Selain menyatakan niatnya untuk menempuh jalur hukum, Hercules juga mengkritik tindakan para advokat yang mengklaim mewakili masyarakat. Ia berpendapat bahwa langkah melaporkan ke DPR merupakan langkah politis yang tidak mendidik. "Masyarakat harus tahu, kami bergerak untuk mewakili suara mereka. Jika ada yang keberatan, silakan buktikan di jalur hukum, bukan dengan cara pengaduan ke DPR," jelasnya.
Pendukung Hercules dari GRI juga angkat bicara terkait hal ini. Mereka menegaskan bahwa GRI adalah organisasi yang berdedikasi untuk membantu masyarakat dan menyelesaikan konflik dengan cara-cara yang lebih baik. "Hercules bukanlah sosok jahat seperti yang digambarkan. Ia berjuang untuk kepentingan masyarakat kecil yang sering terpinggirkan," ungkap salah satu anggota GRI.
Laporan ke Komisi III DPR ini tentu saja menambah ketegangan antara Hercules, GRI, dan kelompok advokat antipremanisme. Para pengacara tersebut menganggap tindakan Hercules sebagai bentuk intimidasi terhadap masyarakat. Oleh karena itu, mereka mendorong pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas agar permasalahan ini tidak berlarut-larut.
Sementara itu, diskusi mengenai premanisme di Indonesia semakin menjadi sorotan. Banyak yang mempertanyakan mengenai efektivitas hukum dan keadilan di negara ini. Hercules, dengan latar belakangnya yang kontroversial, kini menjadi simbol perdebatan tentang bagaimana cara mengatasi permasalahan yang sudah mendarah daging tersebut.