Meski bentuk aslinya merupakan singkatan dalam Bahasa Inggris, penggunaan dan pelafalannya sudah sangat membumi di Indonesia, hingga terkesan seperti kata asli bahasa kita sendiri.
Berakar dari Bahasa Hokkien, Digunakan di Beberapa Negara Asia
Kalau kamu pikir ‘kepo’ hanya populer di Indonesia, ternyata kamu salah! Menurut catatan dari Wiktionary, asal mula kata ini justru berasal dari Bahasa Hokkien, salah satu dialek Tionghoa yang cukup umum digunakan di beberapa negara Asia Tenggara. Dalam bahasa ini, istilah serupa digunakan untuk menggambarkan seseorang yang punya rasa ingin tahu besar atau suka mencampuri urusan orang lain.
Nah, menariknya lagi, istilah ini tidak hanya dipakai di Indonesia. Di Singapura dan Malaysia, kata ini juga sering digunakan, namun dengan ejaan dan pelafalan yang sedikit berbeda, yakni “kaypoh”. Meskipun begitu, maknanya tetap sama – merujuk pada seseorang yang terlalu ingin tahu terhadap kehidupan orang lain, bahkan yang bersifat pribadi.
'Kepo' dalam Budaya Populer: Antara Sindiran dan Lucu-lucuan
Di era digital dan media sosial seperti sekarang, kata “kepo” makin sering muncul dalam berbagai konten hiburan, meme, atau percakapan ringan. Bahkan, terkadang istilah ini digunakan dengan nada bercanda untuk menyebut teman yang terlalu penasaran dengan gosip terbaru, isi chat orang lain, atau bahkan kehidupan percintaan seseorang.
Namun, penting juga untuk memahami konteksnya. Kalau berlebihan, sikap kepo bisa jadi bentuk pelanggaran privasi dan bikin orang lain nggak nyaman. Apalagi jika sudah menyentuh hal-hal yang sensitif atau personal. Jadi, ada baiknya untuk tetap menjaga batas dan tahu kapan harus berhenti bertanya.
Kenapa Orang Bisa Jadi Kepo?
Sebenarnya, rasa ingin tahu adalah hal yang sangat manusiawi. Kita semua punya dorongan alami untuk mencari tahu dan memahami apa yang terjadi di sekitar kita. Tapi ketika rasa penasaran itu diarahkan ke urusan pribadi orang lain tanpa izin atau kepentingan yang jelas, di situlah “kepo” menjadi perilaku yang kurang bijak.