Salah satu upaya yang dilakukan TikTok adalah memiliki pedoman komunitas yang sangat rinci. Pedoman ini menjelaskan dengan jelas tentang apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan di platform. "Kami selalu berusaha untuk menjaga transparansi. Di pusat transparansi TikTok, pengguna bisa mengakses laporan kuartalan yang berisi informasi tentang konten apa saja yang telah kami hapus, serta alasannya," ungkap Anggini.
Selain itu, TikTok secara rutin melakukan penyisiran untuk mendeteksi dan memblokir akun yang teridentifikasi milik pengguna di bawah usia 13 tahun. "Kami telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi penggunaan aplikasi oleh anak-anak. Informasi mengenai langkah-langkah ini juga telah kami sampaikan kepada publik," tegasnya.
Namun, tantangan tidak berhenti di sana. Seiring dengan terus meningkatnya pengguna media sosial, tantangan untuk melindungi anak-anak dari konten yang tidak sesuai atau berbahaya juga semakin besar. Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jaringan Informatika (APJII) terbaru, jumlah pengguna media sosial di Indonesia terus meningkat, dengan kelompok usia anak-anak dan remaja menjadi salah satu segmen yang paling cepat tumbuh.
Peningkatan pengguna media sosial di kalangan anak juga mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk psikolog dan edukator yang khawatir tentang dampak negatif penggunaan media sosial yang berlebihan. Beberapa studi menunjukkan bahwa media sosial bisa berdampak pada kesehatan mental anak-anak, seperti meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, pengaturan batasan usia ini dipandang sebagai langkah penting untuk melindungi generasi muda dari risiko tersebut.