Chatbot ini mampu berbicara tanpa aksen, meniru emosi, dan membangun hubungan yang meyakinkan hanya melalui teks atau suara. Salah satu video pengakuan pelaku asal Nigeria sempat viral karena membocorkan bagaimana chatbot ini digunakan untuk mengecoh dan menguras dana para korban, terutama melalui aplikasi media sosial.
3. Investasi Fiktif Berkedok Cinta: Skema “Pig Butchering” Versi AI
Istilah “pig butchering” mengacu pada penipuan yang menggabungkan rayuan asmara dengan skema investasi fiktif. Awalnya korban dirayu dengan kata-kata manis, lalu ditawari peluang investasi menggiurkan. Kini, skema ini telah diotomatisasi dengan AI, memungkinkan pelaku menjaring ribuan korban sekaligus.
Salah satu tekniknya adalah dengan memanfaatkan alat seperti Instagram Automatic Fans yang mengirim pesan otomatis semacam: “Hai, teman saya merekomendasikan kamu. Apa kabar?”
Para pelaku juga memakai video deepfake dan kloning suara agar terlihat lebih autentik saat melakukan video call. Kombinasi teknologi ini menciptakan ilusi sempurna bahwa korban sedang berinteraksi dengan manusia sungguhan, padahal semuanya hasil rekayasa.
4. Pemerasan Berbasis Deepfake: Target Eksekutif dan Pejabat
Salah satu bentuk kejahatan digital yang semakin mencemaskan adalah pemerasan menggunakan video deepfake. Di Singapura, dilaporkan terjadi serangkaian email ancaman yang menyertakan video palsu berisi wajah pejabat penting yang dimanipulasi seolah-olah terlibat skandal. Penjahat lalu meminta uang tebusan dalam bentuk kripto, bahkan bisa mencapai puluhan ribu dolar.
Video-video ini dihasilkan dari konten publik seperti foto LinkedIn atau video YouTube, lalu diolah dengan teknologi deepfake yang kini semakin mudah diakses siapa saja.
Jika tren ini terus berlanjut, para CEO, pejabat pemerintah, hingga influencer ternama bisa menjadi target empuk dari penjahat dunia maya yang tidak segan memanfaatkan reputasi untuk mencari keuntungan instan.