Masalah utama dari minyak sawit bukanlah pada penggunaannya, tetapi pada cara produksinya. Kelapa sawit hanya dapat tumbuh di wilayah yang dilewati garis khatulistiwa, seperti Indonesia dan Malaysia. Untuk memenuhi permintaan global, banyak hutan tropis yang ditebang dan dibakar untuk membuka lahan perkebunan sawit.
Pembukaan lahan secara besar-besaran ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga melepaskan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer. Gates mencatat bahwa pada tahun 2018, deforestasi di Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 1,4% dari total emisi global—lebih besar dibandingkan emisi dari seluruh negara bagian California dan hampir setara dengan industri penerbangan global.
Mengapa Minyak Sawit Sulit Ditinggalkan?
Meskipun memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, minyak sawit masih menjadi pilihan utama bagi industri karena berbagai alasan:
- Murah dan melimpah – Minyak sawit memiliki biaya produksi rendah dibandingkan minyak nabati lainnya.
- Tidak berbau dan mudah diproses – Karakteristik ini menjadikannya bahan serbaguna dalam berbagai produk.
- Komposisi lemak seimbang – Minyak sawit memiliki keseimbangan antara lemak jenuh dan tak jenuh, membuatnya lebih fleksibel dibandingkan minyak nabati lain.
Karena keunggulan ini, minyak sawit sulit digantikan meskipun dampaknya terhadap lingkungan sangat besar.
C16 Biosciences: Masa Depan Minyak Nabati Tanpa Deforestasi
Menyadari sulitnya menggantikan minyak sawit dengan alternatif konvensional, beberapa perusahaan mulai mengembangkan solusi inovatif. Salah satunya adalah C16 Biosciences, perusahaan yang didukung oleh Bill Gates.
Sejak 2017, C16 Biosciences mengembangkan teknologi produksi minyak nabati menggunakan mikroba ragi liar melalui proses fermentasi. Berbeda dengan minyak sawit konvensional yang membutuhkan lahan luas, metode ini tidak memerlukan lahan pertanian sama sekali.