China sendiri merupakan pasar strategis bagi Boeing, dan ketegangan ini jelas mengancam eksistensi Boeing di kawasan Asia. Dalam laporan tahunan yang dirilis Februari 2025, Boeing menyatakan bahwa hubungan dagang dan situasi geopolitik dapat secara signifikan memengaruhi prospek bisnis mereka, terutama di China.
Kini, Boeing menghadapi tantangan berat. Di satu sisi, mereka masih dalam proses pemulihan dari krisis finansial yang menghantam tahun lalu. Di sisi lain, persaingan dengan Airbus, rival mereka dari Eropa, kian sengit. Dengan hambatan dagang yang makin keras, posisi Boeing bisa semakin lemah dalam merebut pangsa pasar internasional.
Perlu diketahui, Boeing saat ini masuk dalam daftar 100 perusahaan paling bernilai di AS dan mempekerjakan lebih dari 172.000 karyawan. Namun, saham perusahaan telah mengalami penurunan hingga 8,5% sejak awal tahun 2025. Ini menunjukkan tekanan besar yang dihadapi oleh perusahaan yang dulunya menjadi simbol kekuatan industri AS di mata dunia.
Perang dagang yang melibatkan sektor penerbangan seperti ini jarang terjadi dalam sejarah. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin akan terjadi perubahan peta dominasi industri penerbangan global. Dunia kini menanti: apakah konflik ini akan berakhir di meja perundingan atau justru mengarah ke persaingan yang lebih tajam dan merugikan banyak pihak?