Namun, kesuksesan TikTok dalam meraih popularitas tidak sepenuhnya bebas dari kontroversi, terutama di AS. Sejumlah anggota parlemen AS secara aktif berupaya untuk melarang operasi aplikasi yang dimiliki oleh ByteDance asal China tersebut, dengan tuduhan menyalahgunakan data pengguna atau mencoba mempengaruhi opini politik.
Selain itu, TikTok juga terlibat dalam perseteruan dengan pemerintah AS terkait persyaratan demi tetap beroperasi di negara tersebut, di mana pemerintah AS telah menetapkan tenggat waktu Januari bagi ByteDance untuk menjual atau melepas kepemilikannya di TikTok.
Meskipun demikian, mayoritas warga AS nampaknya tidak sepenuhnya mendukung rencana pelarangan TikTok. Hasil survei dari Pew Research yang dirilis bulan September menunjukkan bahwa hanya 32% orang dewasa AS yang mendukung pelarangan TikTok. Data ini menunjukkan penurunan dukungan dari survei sebelumnya, di mana 38% orang dewasa AS mendukung pelarangan pada musim gugur sebelumnya, dan bahkan mencapai 50% pada Maret 2023.
Survei tersebut juga menemukan bahwa pandangan tentang aplikasi ini masih terbagi berdasarkan garis partai politik. Partai Republik dan independen yang lean ke arah Partai Republik cenderung lebih mungkin mendukung pelarangan, sementara Partai Demokrat dan independen yang lean ke arah Partai Demokrat kurang mendukung pelarangan. Meskipun demikian, dukungan terhadap larangan tersebut telah turun hampir 20 poin persentase di masing-masing partai sejak Maret 2023.