Dalam jeda presentasinya, Huang mengumumkan peluncuran chip terbaru perusahaan, GPU Blackwell Ultra, yang diharapkan akan hadir pada paruh kedua tahun ini. Chip ini dirancang untuk mendukung model AI yang lebih besar dan lebih kompleks, dengan kapasitas memori yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Tidak hanya itu, Nvidia juga mempersiapkan dua chip baru lainnya, yaitu Vera Rubin yang akan dirilis pada tahun depan dan Feynman yang rencananya akan hadir pada tahun 2028.
Dari segi fungsionalitas, Huang mengungkapkan bahwa chip-chip ini memiliki dua tujuan utama, yaitu membantu sistem AI memberikan respons yang cepat kepada pengguna. "Kami percaya bahwa chip kami adalah satu-satunya yang dapat memenuhi kedua kriteria tersebut,” tambahnya. Ia menyamakan kemampuan tersebut dengan mesin pencari, di mana kecepatan dalam memberikan jawaban sangat penting untuk memastikan kepuasan pengguna.
Namun, meski Huang optimis dengan langkah strategis ini, reaksi pasar tidak sejalan dengan harapannya. Setelah presentasinya, saham Nvidia justru mengalami penurunan sebesar 3,4%. Investor tampaknya masih meragukan prospek jangka pendek Nvidia di tengah persaingan yang semakin ketat.
Lebih jauh, dampak negatif dari kebijakan perdagangan di bawah kepemimpinan Trump sangat terasa di kalangan perusahaan-perusahaan teknologi. Menurut data yang dirilis oleh Nasdaq, perusahaan-perusahaan terbesar kehilangan nilai pasar secara kolektif mencapai lebih dari US$750 miliar. Apple, sebagai salah satu pemimpin industri, mengalami kerugian terbesar hampir US$174 miliar. Sedangkan Nvidia mengalami penurunan nilai pasar hampir US$140 miliar.
Tiga perusahaan teknologi paling tertekan dalam satu hari adalah Tesla, Microsoft, dan Alphabet yang masing-masing kehilangan nilai pasarnya secara signifikan. Dalam konteks ini, Tesla bahkan mencatat penurunan harian tertinggi sekitar 15%, menandakan betapa besar dampak yang dirasakan oleh industri teknologi akibat volatilitas pasar.