Dengan menggunakan teknologi tomografi X-ray 3D, tim peneliti melihat bagaimana lelehan logam berat merembes melalui celah-celah mineral padat, bergerak menuju pusat batuan. Proses ini menunjukkan bahwa inti planet bisa terbentuk bahkan saat kondisi batuan masih padat, asalkan logam berat cukup cair dan bisa bergerak melalui celah mikroskopis.
Bukti Tambahan dari Meteorit Mars
Untuk memperkuat hipotesis ini, tim juga meneliti meteorit asal Mars yang mendarat di Bumi. Mereka menggunakan teknik laser ablation non-destruktif yang dikembangkan oleh ilmuwan ARES, Jake Setera, untuk mengidentifikasi komposisi kimia tanpa merusak struktur meteorit.
Hasil analisis menunjukkan pola khas dari logam-logam platinum group seperti iridium, palladium, osmium, platinum, dan ruthenium. Unsur-unsur ini merupakan sisa dari proses perembesan sulfida cair yang terjadi miliaran tahun lalu di tubuh Mars.
Temuan ini tidak hanya memperkuat teori bahwa inti Mars terbentuk sangat awal, tetapi juga memberi petunjuk penting bahwa inti planet ini kemungkinan kaya akan sulfur, berbeda dengan Bumi yang memiliki inti lebih dominan besi-nikel.
Implikasi untuk Pemahaman Tata Surya
Penemuan ini sangat signifikan, karena mengindikasikan bahwa proses differentiation planet (pemisahan lapisan kerak, mantel, dan inti) bisa terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Tidak hanya untuk Mars, model pembentukan ini juga bisa berlaku untuk planet atau objek besar lain yang terbentuk di wilayah tengah cakram protoplanet—wilayah awal Tata Surya tempat Mars berasal.
Artinya, proses pembentukan planet dalam bisa sangat beragam tergantung pada kandungan kimia, temperatur lokal, dan sifat fisik material pembentuknya. Dalam kasus Mars, kehadiran sulfur yang tinggi berperan sebagai katalis yang memungkinkan perembesan logam ke inti terjadi tanpa perlu peluruhan isotop dalam jumlah besar.