Keputusan politik bisa datang dari ruang rapat, konferensi pers, atau... dari meja makan malam mewah. Hal inilah yang terjadi antara Presiden AS Donald Trump dan CEO Nvidia Jensen Huang, dalam pertemuan eksklusif di kediaman Trump di Mar-a-Lago, Florida. Apa yang awalnya tampak seperti rencana keras untuk melarang ekspor chip AI Nvidia ke China, mendadak berubah haluan setelah makan malam tersebut. Dan ternyata, makan malam itu bukan sembarang perjamuan—Huang disebut membayar hingga US$1 juta (sekitar Rp16 miliar) demi bisa duduk bersama Trump.
Sebelumnya, pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan pelarangan ekspor chip H20—produk Nvidia yang secara khusus dirancang untuk memenuhi regulasi ekspor AS agar bisa tetap dijual ke China. Chip ini bukan termasuk kategori “chip canggih” yang sebelumnya dilarang diekspor ke Tiongkok, namun kini tampaknya juga terancam masuk daftar larangan.
Nvidia dalam Dilema Geopolitik
Larangan ekspor chip AI ke China bukan hal baru. Pemerintah AS selama beberapa bulan terakhir sudah membatasi berbagai bentuk teknologi kecerdasan buatan yang dianggap sensitif agar tidak digunakan oleh negara pesaing strategis seperti China. Dalam situasi itu, Nvidia merespons dengan mendesain H20, chip AI versi terbatas yang secara teknis tidak masuk dalam kategori terlarang, namun tetap bisa menunjang operasional perusahaan teknologi di China.
China sendiri adalah pasar penting bagi Nvidia. Permintaan terhadap chip H20 melonjak drastis, terutama di kuartal pertama tahun 2025. ByteDance, Alibaba, dan Tencent disebut-sebut telah memesan chip H20 senilai lebih dari US$16 miliar, menunjukkan betapa strategisnya produk ini dalam mendukung pertumbuhan industri AI di Asia Timur.