Lebih mengejutkannya lagi, teknologi ini mampu menganalisis pertanyaan yang diajukan baik secara lisan maupun tulisan, lalu menyajikan jawaban yang tepat dan relevan dalam hitungan detik. Ini menciptakan tantangan baru bagi para pengusaha dan perekrut dalam menilai keaslian jawaban yang diberikan oleh kandidat mereka, sekaligus meningkatkan risiko praktik curang dalam proses rekrutmen.
Modus penipuan yang diusung oleh Lee telah menjadi perhatian bagi banyak perusahaan, termasuk Google. CEO Google, Sundar Pichai, secara pribadi menyampaikan keprihatinannya mengenai tren ini dalam sebuah rapat town hall yang diadakan pada bulan Februari. Dalam pertemuan tersebut, Brian Ong, Wakil Presiden Rekrutmen Google, menjelaskan bahwa banyak kandidat cenderung lebih memilih wawancara virtual dibandingkan yang tatap muka. Ia mencatat bahwa metode ini memberikan fleksibilitas lebih dalam penjadwalan dan memudahkan proses rekrutmen, meskipun mengakui bahwa perhatian ekstra harus diberikan untuk mengevaluasi keaslian jawaban yang diberikan oleh kandidat.
Sundar Pichai juga mendorong agar wawancara dilakukan secara langsung, karena dianggap lebih baik dalam memahami budaya kerja Google serta memberikan kesempatan bagi kandidat untuk merasakan lingkungan yang akan mereka masuki. "Saya percaya ini akan membantu kandidat memahami budaya Google dan bermanfaat bagi kedua belah pihak," tambah Pichai.
Berita mengenai tindakan Chungin Roy Lee tidak berhenti di situ.iaan Universitas Columbia, tempat Lee menuntut ilmu, tengah menyelidiki tindakan mahasiswa tersebut dan telah mengajukan tuntutan disipliner terhadapnya. Namun, pihak universitas enggan memberikan komentar lebih lanjut mengenai kasus ini, dengan alasan bahwa mereka tidak memberikan pernyataan terkait individu mahasiswa dan masalah yang dihadapi.