Tampang.com | Teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif seperti ChatGPT, Midjourney, dan Gemini telah membuka babak baru dalam cara manusia berinteraksi dengan mesin. Namun, seiring pesatnya kemajuan ini, muncul kekhawatiran: apakah Indonesia punya kerangka hukum dan etika yang cukup untuk mengatur potensi penyalahgunaan AI?
Tanpa aturan yang jelas, AI bisa digunakan untuk memproduksi disinformasi, memalsukan identitas, hingga memperkuat bias sosial yang sudah ada.
Kekosongan Regulasi dan Minimnya Diskusi Publik
Sampai pertengahan 2025, Indonesia belum memiliki regulasi khusus yang mengatur pemanfaatan teknologi AI, terutama jenis generatif. Sebagian wacana masih terbatas pada payung hukum umum seperti UU ITE atau RUU Perlindungan Data Pribadi yang belum mengakomodasi kompleksitas AI terkini.
“AI generatif bukan sekadar alat, tapi teknologi disruptif yang bisa berdampak sosial-politik secara besar,” kata Dr. Sinta Mahardika, peneliti teknologi dan etika dari Universitas Indonesia.