Fenomena love scam atau penipuan bermodus asmara semakin marak terjadi, menjebak banyak orang dengan janji cinta palsu yang berakhir dengan rekening kosong. Modus ini tidak hanya menyasar masyarakat umum, tetapi juga telah menelan korban dari kalangan profesional, termasuk pegawai pemerintahan yang kehilangan puluhan juta rupiah akibat terpedaya rayuan manis dari penipu daring.
Love scam merupakan bentuk kejahatan siber yang terjadi ketika seseorang menjalin hubungan secara virtual—baik melalui media sosial maupun aplikasi kencan online—dengan niat tersembunyi untuk menipu. Pelaku biasanya akan menyamar sebagai individu yang tampak menarik, perhatian, dan penuh kasih sayang untuk membangun hubungan emosional dengan korban. Setelah kepercayaan tumbuh, mereka mulai memanfaatkan situasi untuk menggali informasi pribadi dan akhirnya mengambil keuntungan finansial.
Cinta Berujung Jerat: Modus Penipuan yang Kian Meningkat
Seiring meningkatnya penggunaan internet dan media sosial, kasus love scam pun menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Data dari Kaspersky, perusahaan keamanan siber global, mencatat bahwa pandemi Covid-19 memperparah situasi ini. Ketika interaksi tatap muka dibatasi dan orang lebih banyak mencari hubungan secara online, pelaku love scam melihat celah besar untuk beraksi.
Laporan Komisi Perdagangan Amerika Serikat (FTC) menunjukkan lonjakan drastis dalam jumlah kasus penipuan asmara selama empat tahun terakhir. Dari 11.235 laporan di tahun sebelumnya, angka ini melonjak tajam menjadi 52.593 laporan, dengan total kerugian yang ditaksir mencapai US$300 juta atau sekitar Rp4,8 triliun.
Mengungkap Pola Rayuan Penipu Digital
Pelaku love scam dikenal cerdik dalam memainkan peran. Mereka biasanya menggunakan identitas palsu yang meyakinkan, misalnya sebagai pekerja kemanusiaan, tentara, atau profesional yang sedang berada di luar negeri. Modus klasiknya adalah dengan menciptakan kedekatan emosional, bahkan tidak jarang mengaku ingin menikah dengan korban.