ndia mencoba mengikuti langkah China dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI), namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang mengesankan. Startup asal China, DeepSeek, sukses mencuri perhatian dunia teknologi pada awal tahun ini dengan meluncurkan model AI canggih bernama R1. Model ini tidak hanya setara dengan kemampuan AI buatan Amerika Serikat, tetapi juga jauh lebih murah dari segi biaya pengembangan, sehingga menyebabkan saham perusahaan teknologi besar AS mengalami penurunan.
Keberhasilan DeepSeek ini menjadi inspirasi bagi India. Salah satu startup AI ternama di sana, Sarvam AI, baru-baru ini meluncurkan model bahasa besar (large language model/LLM) bernama Sarvam-M. Model ini merupakan sistem hibrida berbasis open source dengan 24 miliar parameter yang dibangun di atas arsitektur Mistral Small. Sarvam-M dirancang untuk mendukung 10 bahasa daerah India seperti Hindi, Bengali, Gujarati, Kannada, dan Malayalam.
Secara teknis, peluncuran Sarvam-M adalah pencapaian tersendiri bagi para peneliti AI India. Namun, respon publik sangat mengecewakan. Dalam dua hari pertama sejak dirilis, model ini hanya diunduh 334 kali di platform Hugging Face, sebagaimana dilaporkan oleh AnalyticsIndiaMag. Angka tersebut sangat kontras jika dibandingkan dengan model open source buatan mahasiswa Korea yang sudah meraih 200 ribu unduhan dalam waktu singkat.
Deedy Das, seorang investor di Menlo Ventures, menyebut kurangnya antusiasme terhadap Sarvam-M sebagai sesuatu yang "memalukan". Ia mempertanyakan nilai kontribusi Sarvam AI yang dianggap tidak sebanding dengan besarnya dana investasi yang telah mereka terima, yaitu sebesar US$41 juta dari nama-nama besar seperti Lightspeed India Partners, Peak XV Partners, dan Khosla Ventures. Per Maret 2025, valuasi perusahaan ini mencapai US$111 juta menurut data dari Tracxn.