Situasi ini semakin diperburuk oleh pemotongan anggaran untuk penelitian fusi di AS selama awal tahun 2000-an, yang memaksa banyak universitas untuk menghentikan pengembangan mesin fusi baru. Akibatnya, banyak peneliti AS beralih untuk berkolaborasi dengan Tiongkok dalam pembangunan fasilitas-fasilitas baru, dalam harapan bahwa hal tersebut akan berujung pada kemajuan teknologi yang lebih baik.
Bob Mumgaard, salah satu pendiri dan CEO Commonwealth Fusion Systems, mengakui bahwa keputusan tersebut adalah kesalahan besar. Kini, Tiongkok telah memegang sejumlah besar paten terkait fusi nuklir dan memiliki sepuluh kali lebih banyak doktor di bidang ilmu dan teknik fusi dibandingkan dengan AS.
Hal ini menandakan bahwa Tiongkok mulai mendominasi bidang penelitian dan pengembangan energi fusi, yang tidak hanya akan memberikan keuntungan bagi negara mereka, tetapi juga memperkuat posisi Tiongkok dalam persaingan global. Jika tren ini terus berlanjut, maka bisa saja Tiongkok tidak hanya mengejar ketertinggalan, tetapi juga melampaui AS dalam pencapaian teknologi energi bersih yang revolusioner ini.