Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan bahwa biaya layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) harus ditanggung oleh pedagang, bukan oleh pembeli. Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, pada Rabu, 16 Oktober 2024.
Ada peringatan tegas dari Filianingsih kepada para pedagang terkait dengan praktek penambahan biaya QRIS. Menurutnya, pedagang dilarang untuk membebankan biaya QRIS kepada pembeli. Dan jika pembeli menemukan praktek tersebut, mereka diharapkan untuk melaporkannya kepada BI. Lebih lanjut, Filianingsih juga menegaskan bahwa pedagang yang melanggar aturan ini akan dikenai sanksi.
Lebih jauh lagi, dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyedia Jasa Pembayaran, terdapat ketentuan yang melarang penyedia barang dan jasa untuk mengenakan biaya tambahan kepada pengguna jasa atas biaya penggunaan jasa. Sanksi-sanksi juga telah diatur dalam peraturan tersebut, di antaranya adalah kewajiban bagi penyedia jasa pembayaran (PJP) untuk menghentikan kerja sama dengan pedagang yang melakukan pelanggaran tersebut. Hal ini termasuk di dalamnya kerja sama dengan pelaku kejahatan, proses penarikan tunai, dan pemberlakuan biaya tambahan kepada pengguna jasa.
Dalam upaya menindaklanjuti hal ini, BI juga memperingatkan bahwa pedagang yang tetap melakukan praktek memberlakukan biaya layanan QRIS kepada pelanggannya akan diberikan sanksi lebih lanjut, bahkan hingga masuk dalam daftar hitam (blacklist). Sebelumnya, BI sudah menemukan praktek pedagang yang memberlakukan biaya layanan QRIS kepada pelanggannya, yang dikenal dengan istilah Merchant Discount Rate (MDR). MDR adalah biaya layanan yang dikenakan oleh PJP untuk jasa pembayaran melalui QRIS. Harga MDR QRIS untuk usaha mikro, misalnya, telah ditetapkan sebesar 0,3% dari nilai transaksi yang melebihi Rp 100 ribu.