Pencurian data bukan hanya ancaman bagi orang dewasa. Anak-anak, yang sering dianggap kurang rentan terhadap risiko ini, ternyata juga menjadi target empuk para pencuri identitas. Bahkan, banyak anak baru menyadari data mereka telah disalahgunakan bertahun-tahun setelah kejadian.
Menurut Kim Cole, manajer keterlibatan masyarakat di Navicore Solutions, kerusakan yang diakibatkan pencurian data anak dapat terus bertambah seiring waktu. Ia menambahkan bahwa sering kali membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyadari bahwa masalah tersebut terjadi, dan pada saat itu, dampaknya bisa menjadi sangat parah.
Statistik Mengkhawatirkan
Data dari Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat mencatat bahwa pada awal tahun lalu, sebanyak 3% laporan pencurian identitas berasal dari kelompok usia di bawah 19 tahun. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode 2021-2023, di mana laporan terkait hanya mencapai 2%.
Para pelaku kejahatan biasanya mencuri informasi penting seperti nomor jaminan sosial, nama, alamat, dan tanggal lahir anak. Data tersebut kemudian digunakan untuk berbagai keperluan ilegal, seperti pengajuan kartu kredit, pembukaan rekening, atau bahkan untuk mendapatkan pinjaman dan menyewa tempat tinggal.
Dampak Jangka Panjang Pencurian Data Anak
Pencurian data pada anak-anak sering kali tidak disadari hingga mereka mencapai usia dewasa atau mulai menggunakan identitas mereka untuk keperluan resmi. Misalnya, ketika mereka mencoba membuka rekening bank, mengajukan pinjaman pendidikan, atau melamar pekerjaan, mereka mungkin menemukan bahwa identitas mereka telah disalahgunakan selama bertahun-tahun.
Akibatnya, anak-anak yang menjadi korban pencurian data bisa menghadapi masalah besar seperti skor kredit yang buruk, beban utang yang tidak pernah mereka ambil, atau bahkan kesulitan mendapatkan layanan keuangan. Hal ini dapat menghambat masa depan mereka secara signifikan.