CEO Starbucks Indonesia, Anthony Cottan, memberikan pandangannya terkait fenomena ini. Dia menyampaikan bahwa setiap orang mungkin memiliki sudut pandang yang berbeda, namun penting untuk mengecek fakta dengan seksama sebelum menyuarakan aksi boikot. Dalam kasus konflik yang sensitif ini, kesadaran akan pentingnya menggali informasi yang akurat sebelum mengambil langkah tertentu menjadi hal yang penting bagi publik, terutama para selebriti yang memiliki pengaruh besar dalam opininya.
Menanggapi kejadian yang melibatkan Agnez Mo, Anthony menekankan bahwa Starbucks sebagai perusahaan tidak berniat mendukung konflik apapun. Menurutnya, situasi ini telah menciptakan perpecahan di masyarakat, sehingga penting untuk berbicara dengan hati dan menjaga rasa saling menghormati di tengah perbedaan pendapat.
Secara paralel, fenomena pemboikotan ini juga membuka ruang diskusi tentang dampak sosial dari konflik politik yang mempengaruhi lapangan bisnis dan citra sebuah brand. Peran artis dan figur publik dalam kontroversi semacam ini pun menjadi sorotan, karena apa yang mereka dukung atau gunakan bisa menjadi simbol dan memberikan dampak lebih luas bagi masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, sentimen terhadap konflik Palestina-Israel seringkali menjadi isu yang sensitif. Publik yang cenderung peka terhadap isu-isu sosial dan politik, termasuk di dunia maya, bereaksi dengan cepat terhadap perkembangan terkait konflik tersebut. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil oleh figur publik akan menjadi perhatian besar bagi netizen.