Keseimbangan spiritual menjadi kunci dalam menjadi Muslim yang kritis. Keseimbangan ini dicapai ketika seseorang dapat menggabungkan nalar dan iman dalam hidup sehari-hari. Jika hanya satu sisi yang ditekankan, maka potensi untuk mengalami kebuntuan dalam iman sangat besar. Misalnya, jika seseorang terlalu dikuasai oleh nalar tanpa rasa iman, mereka mungkin menjadi skeptis dan kehilangan rasa keterhubungan dengan Tuhan. Sebaliknya, mereka yang hanya terpaku pada iman tanpa menggunakan nalar bisa tersesat dalam dogma dan tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan kehidupan modern.
Tantangan global seperti penyebaran informasi yang salah, isu-isu sosial, dan perubahan budaya, memerlukan pendekatan yang bijak. Seorang Muslim yang kritis diharapkan mampu menganalisis dan mengevaluasi isu-isu ini melalui lensa nalar Islam. Dengan demikian, mereka dapat memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat tanpa mengorbankan nilai-nilai iman. Sikap kritis bukan berarti menyimpang dari ajaran agama; sebaliknya, ini adalah usaha untuk memahami dan memperjuangkan ajaran tersebut di dalam konteks yang relevan.
Salah satu cara untuk membangun iman yang rasional adalah dengan menciptakan ruang untuk diskusi dan refleksi. Mengikuti pengajian, membaca buku-buku tentang ilmu agama, dan membuka diskusi dengan sesama Muslim yang memiliki latar belakang berbeda, dapat memperkaya wawasan. Sebuah dialog yang sehat akan membuka pintu pemikiran baru dan memperdalam pemahaman terhadap ajaran agama.