Perangkat dunia seperti emas, perak, sawah ladang memang perhiasan yang boleh dimiliki manusia, tetapi Allah mengingatkan bahwa akhirat itu yang lebih baik. Tentu dimaksudkan agar manusia jangan terpedaya dengan dunia yang fana dan justru melupakan akhirat yang lebih baik lagi kekal abadi.
الَّذÙينَ ضَلَّ سَعْيÙÙ‡Ùمْ ÙÙÙŠ الْØَيَاة٠الدÙّنْيَا ÙˆÙŽÙ‡Ùمْ ÙŠÙŽØْسَبÙونَ أَنَّهÙمْ ÙŠÙØْسÙÙ†Ùونَ صÙنْعًا
"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi 104).
Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia pada akhirnya membuat perubahan besar pada orientasi hidup manusia juga umat Islam. Akhirat tidak lagi nampak dalam hati dan pikirannya. Mereka menjadikan dunia sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Diyakini yang membuat bahagia adalah uang dan harta kekayaan, yang membuat terhormat di tengah masyarakat adalah jabatan dan status sosial lainnya. Tanpa terasa mereka terjerumus dalam kemusyrikan. Allah berfirman:
ÙˆÙŽÙ…ÙÙ†ÙŽ النَّاس٠مَنْ يَتَّخÙØ°Ù Ù…Ùنْ دÙون٠اللَّه٠أَنْدَادًا ÙŠÙØÙبÙّونَهÙمْ ÙƒÙŽØÙبÙÙ‘ اللَّه٠وَالَّذÙينَ آمَنÙوا أَشَدÙÙ‘ ØÙبًّا Ù„ÙلَّهÙ
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (QS. Al-Baqarah 165).
Dampak dari perubahan orientasi hidup ini adalah lemahnya ketaatan, semangat pengorbanan dan perjuangan menegakkan syariah Islam.
Lemahnya Ukhuwwah Ummat
Selain persoalan kehidupan pribadi – pergeseran orientasi hidup, ummat Islam juga menghadapi persoalan yang lebih besar menyangkut kehidupan ummat secara global, yaitu lemahnya ukhuwwah ummat. Perwujudan ukhuwwah yang semakin lemah ini merupakan hasil upaya konspirasi global untuk memecah belah umat Islam sedunia.
Padahal ikatan ukhuwwah ummat sebagai ummatan waahidah merupakan bagian penting dalam melaksanakan syariah Islam secara kaaffah. Keterpurukan umat di belahan bumi ini karena belum diamalkannya syariah Islam secara kaffah dalam kehidupan. Saudara-saudara kita di Palestina, Suriah, Rohingya di Myanmar dan lainnya, kini hidup dalam penjajahan, disiksa, dibantai dan banyak yang diusir dari negerinya, tanpa ada yang melindungi dan membelanya. Khusus Palestina beserta Masjid Al-Aqsha kini terus diserang dan dirampas Yahudi Israel. Mereka ingin membersihkan bumi Palestina dari muslimin dan menjadikan Al-Aqsha sebagai bagian tempat ibadah mereka.
Muslimin dari Syuriah kini tertindas dan terusir dari negerinya karena perbedaan paham agama. Mereka kini terlunta-lunta mencari tempat hidup ke negara-negara kafir di Eropa, sementara negara-negara muslimin terdekat justru diam bahkan ikut memusuhinya. Inilah korban hancurnya ukhuwwah ummat Islam sedunia. Sementara di Indonesia, rakyat terhimpit kemiskinan, harga-harga kebutuhan pokok terus membumbung tinggi, pendidikan mahal tapi kualitasnya rendah, kekayaan alam dikeruk oleh korporasi asing, budaya kufur semakin marak, dan korupsi kian merajalela.
Sungguh, pangkal keterpurukan ini bersumber pada satu hal yakni penyimpangan dari tuntunan Allah subhanahu wata’ala. Ini karena kaum Muslimin berpaling dari Al-Quran. Keadaan itu telah diterangkan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam QS. Thaha 124:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن Ø°ÙكْرÙÙŠ ÙÙŽØ¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ لَه٠مَعÙيشَةً ضَنكاً ÙˆÙŽÙ†ÙŽØْشÙرÙه٠يَوْمَ الْقÙيَامَة٠أَعْمَى
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan buta…”.
Menurut Imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah: menyalahi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, V/323).
Sedangkan penghidupan yang sempit tidak lain adalah kehidupan yang semakin miskin, menderita, terjajah dan tertindas, sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri Muslim sekarang.
الله٠أكْبَرÙØŒ الله٠أكْبَرÙØŒ الله أكبر وَلله٠الْØَمْدÙ
Mengembalikan Ketaatan Mu’minin
Di hari Idul Adha ini kembali kita diingatkan akan hebatnya ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Ketaatan hamba-hamba Allah dalam menunaikan syariah secara kaaffah adalah sebuah komitmen hidup yang tidak bisa ditawar lagi. Dengan ketaatan inilah akan melahirkan semangat pengorbanan yang ikhlas dalam kehidupan mu’minin.
Bagi umat Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Allah bahkan menetapkan Ulil Amri sebagai satu diantara sumber ketaatan mu’minin, sebagaimana firman Allah dalam Surat an-Nisa: 59, sebagai berikut:
يَا Ø£ÙŽÙŠÙّهَا الَّذÙينَ آمَنÙوا Ø£ÙŽØ·ÙيعÙوا اللَّهَ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ·ÙيعÙوا الرَّسÙولَ ÙˆÙŽØ£ÙولÙÙŠ الأمْر٠مÙنْكÙمْ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri diantara kamu" (QS. An-Nisa 59).
Penetapan Ulil Amri sebagai sumber ketaatan ini merupakan syariat bagi keberlanjutan kepemimpinan umat hingga akhir jaman sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimanapun muslimin berada. Tidak berhenti pada masa Rasul saja. Pertanyaannya adalah: Sebagai orang beriman, siapa Ulil Amri anda?