1. Jika Dianggap sebagai Hadiah atau Hibah (Pemberian Sukarela)
Dalam pandangan ini, gift dianggap sebagai hadiah atau hibah (pemberian sukarela) dari penonton kepada broadcaster sebagai bentuk apresiasi atas konten yang disajikan. Jika gift diberikan murni atas dasar sukarela, tanpa paksaan, tanpa adanya unsur perjudian, penipuan, atau transaksi terlarang lainnya, maka hukum asalnya adalah boleh (mubah). Hadiah dalam Islam diperbolehkan dan bahkan dianjurkan karena dapat mempererat hubungan dan menunjukkan penghargaan.
Pertimbangan di sini adalah niat pemberi dan penerima. Jika niatnya murni apresiasi, maka tidak ada masalah.
2. Jika Terdapat Unsur Qimar (Perjudian) atau Gharar (Ketidakjelasan)
Ini adalah titik krusial yang sering menjadi sorotan. Beberapa ulama mengkhawatirkan adanya unsur perjudian (qimar) atau ketidakjelasan/spekulasi (gharar) dalam beberapa aspek sistem gift:
Unsur Kompetisi/Ranking: Jika pemberian gift didorong oleh kompetisi antar penonton untuk menjadi "top donatur" atau agar broadcaster melakukan tindakan tertentu sebagai imbalan yang tidak jelas (misalnya berjanji hal yang belum pasti), maka ini bisa mendekati perjudian. Penonton mungkin mengeluarkan uang banyak dengan harapan mendapatkan pengakuan atau perlakuan khusus, namun hasil akhirnya tidak pasti atau tidak sebanding.
Ketidakjelasan Nilai Tukar: Meskipun koin virtual memiliki nilai, terkadang nilai gift yang diberikan tidak sebanding dengan manfaat riil yang didapatkan penonton (selain dari apresiasi). Namun, ini lebih merupakan masalah ekonomi daripada hukum haram jika tidak ada unsur penipuan.
Motivasi Broadcaster: Jika broadcaster secara terang-terangan meminta gift dengan janji-janji yang tidak dapat dipenuhi atau dengan cara yang mengeksploitasi penonton, maka itu bisa menjadi masalah.
3. Jika Dianggap sebagai Bentuk Jasa Berbayar
Sebagian pandangan lain menganggap gift sebagai bentuk pembayaran atas jasa hiburan atau informasi yang diberikan oleh broadcaster. Mirip dengan berlangganan konten berbayar atau membeli tiket konser. Jika konten yang disajikan adalah mubah (tidak melanggar syariat), maka menerima "pembayaran" berupa gift atas jasa tersebut pada dasarnya diperbolehkan. Penonton menikmati konten, dan sebagai bentuk pembayaran atas kenikmatan atau ilmu yang didapat, mereka memberikan gift.