Meninggalkan Kehidupan Istana
Tergerak oleh penglihatan tersebut, Siddhartha memutuskan untuk meninggalkan kehidupan istana yang nyaman dan keluarganya untuk mencari kebenaran dan jalan keluar dari penderitaan. Ia mengabdikan dirinya untuk hidup sebagai seorang pertapa dan mulai mencari pencerahan melalui berbagai praktik asketisme dan meditasi.
Selama enam tahun, Siddhartha belajar dari berbagai guru spiritual dan menjalani latihan-latihan yang sangat keras. Namun, ia menyadari bahwa penyiksaan diri tidak membawanya lebih dekat pada pencerahan. Ia kemudian meninggalkan praktik asketisme ekstrem dan memilih jalan tengah, yang kemudian dikenal sebagai Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Pencerahan di Bawah Pohon Bodhi
Siddhartha akhirnya duduk di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India, bertekad untuk mencapai pencerahan. Setelah bermeditasi selama 49 hari, pada usia 35 tahun, ia mencapai pencerahan dan menjadi Buddha, yang berarti "Yang Tercerahkan." Ia menyadari kebenaran tentang Dukkha (penderitaan), Samudaya (penyebab penderitaan), Nirodha (akhir dari penderitaan), dan Magga (jalan menuju akhir penderitaan).
Mengajarkan Dharma
Setelah mencapai pencerahan, Buddha memutuskan untuk mengajarkan Dharma (ajaran-ajaran) kepada orang lain agar mereka juga bisa mencapai pencerahan. Ia menyampaikan khotbah pertamanya di Taman Rusa di Sarnath kepada lima mantan rekan pertapanya. Khotbah ini dikenal sebagai Dhammacakkappavattana Sutta, yang memperkenalkan Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Selama 45 tahun berikutnya, Buddha mengembara di seluruh India Utara, mengajarkan Dharma kepada berbagai kalangan masyarakat, termasuk bangsawan, pedagang, dan orang biasa. Ia mendirikan Sangha, komunitas monastik, yang menjadi tempat bagi para biksu dan biksuni untuk mempraktikkan ajaran-ajarannya.