Tampang

Keseimbangan Antara Fiqh dan Kebudayaan Lokal: Pendekatan Gus Baha

22 Jul 2024 18:40 wib. 116
0 0
Kebudayaan Lokal
Sumber foto: Google

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang kaya akan keragaman budaya, hubungan antara fiqh (hukum Islam) dan kebudayaan lokal sering kali menjadi topik yang kompleks. Gus Baha, seorang ulama dan pemikir terkemuka dari pesantren di Indonesia, menawarkan pendekatan yang unik dan relevan dalam menyeimbangkan antara fiqh dan kebudayaan lokal. Artikel ini akan mengeksplorasi pendekatan Gus Baha dalam mencapai keseimbangan tersebut serta dampaknya terhadap masyarakat.

Pendekatan Gus Baha dalam Fiqh dan Kebudayaan Lokal

Gus Baha, atau KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, dikenal sebagai seorang ulama yang mengusung pemikiran yang mendalam tentang fiqh dan kebudayaan lokal. Beliau berpendapat bahwa fiqh tidak bisa diterapkan secara kaku tanpa mempertimbangkan konteks budaya setempat. Dalam pandangannya, hukum Islam harus disesuaikan dengan keadaan sosial dan budaya masyarakat agar lebih relevan dan dapat diterima.

Penyesuaian Fiqh dengan Kebudayaan Lokal

Gus Baha mengajukan pendekatan yang berbasis pada prinsip fleksibilitas dalam penerapan fiqh. Menurut beliau, fiqh bukanlah sesuatu yang statis; ia bisa beradaptasi dengan kebudayaan lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama. Dalam praktiknya, Gus Baha memberikan contoh bagaimana adat dan tradisi lokal dapat dipertahankan selama tidak melanggar syariat Islam. Misalnya, dalam masalah adat pernikahan, Gus Baha mendukung praktik yang sejalan dengan syariat tetapi tetap menghargai nilai-nilai budaya setempat.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Partai Lebih Mengutamakan Aspirasi Rakyat atau Kekuasaan?