Belakangan ini posisi PAN di koalisi pemerintahan Jokowi tengah dibidik. PAN dianggap membangkang atas berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, mulai dari arah polemik RUU Pemilu sampai PERPPU 2/2017.
Belum lagi dengan arah dukungan PAN pada Pilgub DKI 2017 yang berbeda dengan pilihan PDIP sebagai parpol penguasa. PDIP mengusung Ahok. Sementara PAN mendukung AHY. Setelah AHY tersingkir, PAN mengarahkan dukungannya pada Anies-Sandi
Sikap PAN yang mbalelo ini sebenarnya tidak aneh-aneh amat. Bahkan sangat wajar. Karena bagaimana pun PAN adalah organisasi politk, maka segala kebijakannya pastnya tidak lepas dari pertimbangan politis.
Jokowi semestinya sadar, kondisi politik tanah air di masa pemerintahannya berbeda dengan era sebelumnya. Sebelumnya, kader suatu partai akan mengikuti arah kebijakan partainya. Di masa sebelum Jokowi, sikap elit partai sama dengan sikap alit partainya.
Hanya ada satu preseden yang sempat terjadi di era SBY, di mana sikap elit PKS berbeda dengan kebijakan pemerintah SBY yang menaikkan harga BBM. Penolakan elit PKS ini kemudian diikuti oleh kader-kadernya.
Tapi, perlu diingat, pilihan sikap elit dan alit PKS tersebut dikerenakan keputusan SBY tersebut bukanlah kebijakan populer. Apalagi kebijakan itu diambil jelang masa Pemilu 2014. Dan, dengan penolakannya itu, PKS berupaya mengambil keuntungan. Hanya saja, sekalipun elit dan alitnya monalak kebijakan SBY, secara institusi PKS tetap mendukung pemerintah SBY.
Di era Jokowi, sejak 2012 telah terjadi polarisasi atau pengkubuan yang menjalar sampai akar rumput. Kondisi ini semakin menguat pasca-Pilpres 2014 dan semakin menjadi setelah memasuki masa Pilgub DKI 2017.
Polarisasi ini kemudian dinarasikan sebagai benturan antara pemerintah dengan umat Islam. Lebih jauh, pemerintah digambarkan sebagai rezim anti-Islam. Kader-kader PAN, baik elit maupun alit pastinya tidak lepas dari polarisasi.
Pada Pilgub DKI 2012, PAN mendukung Foke-Nara. Kemudian pada Pilpres 2014, PAN mendukung Prabowo-Hatta. Selanjutnya, pada Pilgub DKI 2017, PAN mengusung AHY-Sylviana Murni yang kemudian mengalihkan dukungannya kepada Anis-Sandi. Singkatnya, dalam 5 tahun terakhir, PAN tidak pernah seiring sejalan dengan Jokowi. Apalagi jika mengaitkan Jokowi sebagai kader PDIP.
Pilihan politik PAN dalam berbagai ajang pemilu tersebut sedikit banyak pastinya telah membentuk sikap kader-kadernya kepada Jokowi. Karenanya, sekalipun PAN bergabung dengan koalisi pemerintahan dan menempatkan kadernya dalam Kabinet Kerja, kader PAN tetap mengambil sikap oposisi.