Karakter PAN pastinya berbeda dengan karakter PKS. PKS berhasil membangun militansi para kadernya. Dengan militansinya itu, segala sikap yang diambil partai akan diamini oleh kader-kadernya.
Meski partai atau oknum PKS melakukan kesalahan, para kader tetap mendukung dan membelanya mati-matian. Bagi alit PKS, elit selalu benar. Bahkan ketika pembelaan itu sangat ganjil, rancu, atau ngawur, kader PKS tetap mempercayainya.
Terlebih PKS kerap membawa-bawa unsur keagamaan dalam berbagai keputusannya. Dengan begitu, setiap kebijakan yang diambil oleh elit, para kader menganggapnya sebagai “jalan Allah”, Kepercayaan ablosut para alit kepada para elit inilah yang disebut dengan taqlid buta.
PAN berbeda dengan PKS. Sekalipun berakar pada Muhammadiyah, PAN tidak mengaitkan unsur-unsur keagamaan dalam memyampaikan pesan-pesan politiknya. Karena itulah perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah bagi parpol yang didirikan oleh Amien Rais pada 1998 ini.
Bukan hanya, itu keluar-masuknya anggota pun tidak menjadi masalah. Tidak ada yang melontarkan sebutan kafir, antek zionis, ataupun antek yahudi kepada anggota PAN yang lompat pagar ke parpol lain.
Karakter inilah yang pastinya menjadi pertimbangan PAN dalam menghadapi Pemilu 2019. PAN tidak mungkin berani melawan pandangan kader-kadernya atas kebijakan rezim Jokowi. Jika PAN mendukung Ahok-Djarot, menyetujui presidential threshold yang digagas pemerintah, dan mengiyakan PERPPU 2/2017, itu sama artinya PAN menentang arus pendukungnya sendiri.
Dari kondisi ini, PAN tidak akan mempermasalahkan jika Jokowi akan mendepaknya. Bagi PAN, menanamkan investasi politik pada kadernya lebih menguntungkan ketimbang berinvestasi pada pemerintahan Jokowi.
Jokowi pun semestinya sadar jika PAN tidak akan mendukungnya pada Pilpres 2019 yang rencananya digelar serentak dengan Pileg 2019. Jika mengacu pada Pilgub DKI 2017, pilihan PAN pun tidak berbeda, PAN kemungkinan akan membentuk koalisi bersama Demokrat, PPP, dan PKB. Jika koalisi terbentuk, PAN bisa mengajukan Zulkifli Hasan sebagai cawapresnya.
Koalisi Demokrat-PAN-PKB-PPP ini akan terbentuk jika keempat parpol tersebut menemukan capres yang layak bertanding dengan Jokowi dan Prabowo. Sayangnya, sampai hari ini belum ada satu pun nama calon dari keempat parpol tersebut yang pantas untuk diusung. Sementara, figur non parpol yang layak dimajukan, yaitu Gatot Nurmantyo, belum sekalipun diberitakan telah berkomunikasi dengan parpol mana pun.