Pihak FPI sendiri menurun dari motivasi ideologis yang kuat dan pandangan yang kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Mereka beranggapan bahwa penembakan tersebut seharusnya tidak ada jika aparat kepolisian mengikuti prosedur hukum dalam menangani masalah. Menurut pandangan mereka, tindakan polisi bukan hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga menunjukkan kelemahan sistem peradilan di Indonesia. Analis dan pengamat hukum pun mengungkapkan bahwa penembakan tersebut menunjukkan adanya masalah mendalam dalam dinamika antara polisi dan rakyat.
Di sisi lain, situasi ini juga menimbulkan dilema bagi polisi. Di tengah meningkatnya ancaman terorisme dan kekerasan radikal, aparat keamanan sering kali berada dalam posisi yang sulit, di mana keputusan harus segera diambil untuk melindungi masyarakat. Namun, efektivitas dalam melaksanakan tugas tidak boleh mengesampingkan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Dalam konteks ini, penembakan laskar FPI menjadi sorotan penting untuk menyelidiki bagaimana kebijakan keamanan dapat diimplementasikan tanpa melanggar norma hukum.
Reaksi publik terhadap penembakan ini juga menunjukkan polarisasi dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tertentu mengutuk tindakan aparat keamanan, sementara yang lain memberi dukungan penuh terhadap tindakan polisi sebagai upaya menjaga ketertiban. Hal ini mencerminkan betapa kompleks dan rentannya situasi di Negara dengan keanekaragaman pandangan dan ideologi. Penembakan laskar FPI telah mengungkap borok dalam hubungan antara masyarakat dengan penegak hukum, yang kerap kali menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan warga.