Dalam sorotan terbaru di ranah hukum Indonesia, puluhan guru besar, lembaga, dan masyarakat sipil telah mengajukan Amikus Kuri kepada Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil Pemilu 2024. Dokumen tersebut memuat kajian serta pandangan ilmiah tentang putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90, yang mengonfirmasi Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres terpilih. Namun, perlu dicatat bahwa dokumen kaji ilmiah ini tidak disampaikan kepada Del Hakim Konstitusi kecuali Paman Gibran.
Amikus Kuri merupakan pihak yang memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan terkait sebuah perkara, tanpa melakukan perlawanan atau memaksa hakim. Dalam konteks ini, para pengajukan Amikus Kuri menekankan prinsip kebebasan akademik dan keadilan prosedural. Mereka berharap pendapat mereka didengar oleh Mahkamah Konstitusi sebagai sahabat pengadilan, mengingat pentingnya proses tersebut dalam menentukan nasib lebih dari 200 juta penduduk Indonesia.
Namun, sorotan tidak hanya tertuju pada hasil Pemilu dan interpretasi hukumnya. Kontroversi meluas hingga ke tingkat internal Mahkamah Konstitusi, terutama setelah ditemukan pelanggaran etika yang dilakukan oleh salah satu hakim konstitusi, Anwar Usman. Poin penting dalam putusan Mahkamah Konstitusi adalah pencopotan Anwar dari jabatannya sebagai ketua MK, menyusul pelanggaran prinsip kepantasan dan kesopanan yang dilakukannya.