Di sisi lain, ada ulama yang mencoba mempertahankan netralitasnya dengan cara yang berbeda. Mereka memilih untuk memberikan edukasi politik kepada umat, mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilu tanpa harus mendukung calon tertentu. Melalui pendekatan ini, ulama berharap dapat membangun kesadaran politik yang sehat di kalangan masyarakat, sehingga mereka bisa memilih berdasarkan alasan yang rasional bukan sekadar mengikuti arus atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak ulama yang memilih untuk terlibat langsung dalam politik, baik sebagai pembicara dalam kampanye maupun dengan menyerukan dukungan untuk calon tertentu. Hal ini sering kali menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang menganggap tindakan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap prinsip netralitas ulama, sementara lainnya bisa melihatnya sebagai upaya untuk memperjuangkan nilai-nilai agama dalam konteks politik.
Di era digital saat ini, informasi mengenai sikap dan pernyataan ulama tentang pemilu semakin mudah diakses. Pendukung dan penentang pun dapat saling beropini melalui media sosial, yang sering kali menambah kompleksitas situasi. Di sinilah ulama dituntut untuk lebih hati-hati dalam bersikap, karena setiap pernyataan yang dikeluarkan bisa cepat viral dan mendapatkan reaksi dari berbagai kalangan masyarakat. Akibatnya, ulama harus menimbang secara matang setiap langkah yang diambil agar tetap mempertahankan netralitas.