Kedua, Gibran juga mengungkapkan keinginan untuk memberikan kesempatan bagi generasi baru dalam kepemimpinan politik. Ia percaya bahwa posisi yang dipegangnya harus diisi oleh seseorang yang memiliki energi dan ide baru untuk menghadapi tantangan yang ada di masa depan. Dengan mundur, ia berharap dapat membuka ruang bagi pemimpin lain yang dapat meneruskan visi dan program yang telah dimulai.
Ketiga, keputusan ini juga didorong oleh faktor kesehatan dan kesejahteraan pribadi. Gibran menyadari bahwa tekanan dan beban kerja sebagai seorang Walikota cukup berat dan berpotensi mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya. Dengan mundur, ia berharap bisa mendapatkan kembali keseimbangan dalam hidupnya dan mengurangi stres yang telah mempengaruhi kualitas hidupnya.
Reaksi Publik dan Politik
Keputusan Gibran untuk mundur tidak luput dari perhatian publik dan berbagai pihak politik. Banyak yang menganggap langkah ini sebagai tindakan yang berani dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk Kota Solo. Namun, ada juga yang menilai keputusan ini sebagai langkah yang terpaksa diambil akibat tekanan yang semakin berat dalam kepemimpinan kota.
Para pengamat politik mencatat bahwa keputusan Gibran mundur juga mungkin dipengaruhi oleh dinamika politik yang lebih luas. Dalam konteks politik nasional, adanya perubahan kepemimpinan di tingkat daerah bisa jadi merupakan bagian dari strategi yang lebih besar dalam persiapan untuk pemilihan umum mendatang atau sebagai respons terhadap perubahan dalam koalisi politik.