Tampang

Kenaikan UMP dan Kalkulasi Politik Menjelang Pemilu

20 Apr 2025 08:55 wib. 33
0 0
Ilustrasi Kenaikan UMP
Sumber foto: Pinterest

Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) selalu menjadi isu hangat di Indonesia, terutama menjelang pemilu. Setiap tahun, pemerintah daerah menetapkan nilai UMP yang berfungsi sebagai batas minimum upah pekerja. Namun, keputusan ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan buruh, tetapi juga menjadi alat politik bagi para calon pemimpin. Dalam konteks ini, populisme sering kali muncul sebagai strategi dalam kampanye politik.

Setiap menjelang pemilihan umum, para politisi cenderung menggunakan isu upah minimum sebagai bagian dari janji kampanye mereka. Dengan meningkatkan UMP, calon pemimpin berusaha menarik dukungan dari para pekerja yang mayoritas berada di lini bawah perekonomian. Kenaikan UMP dianggap sebagai langkah nyata untuk meningkatkan kualitas hidup buruh dan memperbaiki daya beli masyarakat.

Namun, ternyata, di balik keputusan untuk menaikkan UMP, terdapat sebuah kalkulasi politik yang matang. Politisi tahu bahwa dengan menjanjikan atau menetapkan UMP yang lebih tinggi, mereka akan mendapatkan simpati dari segmen pemilih yang lebih besar. Hal ini terutama berlaku di daerah-daerah dengan jumlah buruh yang signifikan, seperti daerah industri. Di sini, UMP menjadi alat untuk menunjukkan kepedulian calon pemimpin terhadap nasib rakyatnya.

Di sisi lain, seperti yang sering kita lihat, kenaikan UMP tidak selalu disertai dengan peningkatan produktivitas yang sejalan. Beberapa pengusaha menanggapi keputusan ini dengan pemotongan tenaga kerja atau bahkan pemindahan pabrik ke daerah dengan biaya operasional lebih rendah. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpastian di kalangan pekerja yang terdampak. Namun, para calon pemimpin umumnya tidak terlalu menyorot isu ini, karena fokus utama mereka adalah menarik suara dari buruh.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?