Di satu sisi, masyarakat merasa berkewajiban menjalankan adat dengan baik dalam pernikahan, namun di sisi lain, masih banyak pasangan yang terpaksa berhutang demi mewujudkan pesta pernikahan yang megah. Ironisnya, kebahagiaan di hari pernikahan bisa berubah menjadi beban finansial jangka panjang. Meminjam uang demi mewujudkan pesta impian dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi yang membahayakan stabilitas keluarga di masa depan.
Jika kita kembali pada ajaran Islam, Rasulullah SAW memberikan teladan tentang kesederhanaan dalam pernikahan. Sabda beliau mengandung makna bahwa inti dari pernikahan bukanlah kemewahan atau besarnya pesta, melainkan pelaksanaan sunah yang bertujuan untuk menjaga diri dari perbuatan keji dan maksiat. Prinsip sederhana dalam pernikahan bisa tetap menjaga kebahagiaan pasangan tanpa membebani kondisi finansial keluarga.
Selain itu, pentingnya stabilitas keuangan di awal pernikahan juga tidak bisa diabaikan. Stabilitas keuangan dapat memberikan kedamaian batin dan meminimalisir konflik dalam rumah tangga. Pasangan muda perlu menyusun rencana keuangan yang matang, dengan memperhitungkan pengeluaran, menabung, dan berinvestasi untuk memastikan masa depan yang lebih layak.
Banyak faktor mempengaruhi seseorang untuk berhutang demi memenuhi biaya resepsi pernikahan, antara lain gaya hidup hedonis, tekanan lingkungan, serta minimnya literasi keuangan. Pasangan perlu menyadari bahwa memulai kehidupan rumah tangga tanpa beban hutang yang berat akan membuat mereka lebih siap menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Maka, penting bagi pasangan untuk belajar mengelola keuangan dengan baik, mengendalikan pengeluaran, dan hadir dengan kesadaran untuk tidak memaksakan diri mengadakan pesta pernikahan yang di luar kemampuannya.