Ahmad Wildan juga menjelaskan bahwa marka tersebut seringkali dipasang pada jalan-jalan dengan pola lintasan khusus seperti jalan lurus menikung (pada ramp exit tol), atau pada jalan lurus panjang. Contohnya, marka jenis ini telah dipasang pada beberapa ruas jalan tol seperti ruas jalan tol Cipali dan ruas jalan tol Solo-Ngawi.
Salah satu hal yang menarik terkait dengan penggunaan Chevron Reducing Marking adalah cara kerjanya yang mengandalkan indera penglihatan pengendara. Ahmad Wildan merujuk pada penelitian dari Transport Road Research Laboratory (TRRL) Inggris yang menunjukkan bahwa sebanyak 90 persen keputusan pengemudi dipengaruhi oleh penglihatan. Hal ini membuat indera penglihatan menjadi faktor kunci dalam pengaturan dan pengaruh terhadap perilaku pengemudi di jalan.
Dalam konteks ini, informasi yang diterima oleh mata pengendara akan diolah oleh otak untuk memberikan respon yang tepat terhadap situasi di jalan tol. Oleh karena itu, Chevron Reducing Marking memiliki peran penting dalam memberikan sinyal visual kepada pengemudi guna mempengaruhi perilaku berkendara mereka.
Dengan demikian, Chevron Reducing Marking bukan hanya menjadi simbol visual di jalan tol, tetapi memiliki peran penting dalam pengaturan kecepatan dan pengendalian lalu lintas. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap fungsi marka jalan seperti ini dapat membantu mengurangi risiko kecelakaan dan memperkuat upaya keselamatan dalam mobilitas di jalan raya.