Pernah lihat anak yang tiba-tiba ngamuk di tempat umum karena keinginannya nggak dituruti? Atau anak yang mendadak mogok belajar gara-gara merasa nggak bisa dan langsung menyerah? Ini bukan cuma masalah kenakalan, lho. Seringkali, ini adalah tanda bahwa mereka belum tahu cara mengelola emosi mereka. Di era yang serba cepat dan penuh tekanan seperti sekarang, kemampuan mengelola perasaan jadi makin penting. Tapi, apakah ini perlu diajarkan di sekolah? Bukankah itu tugas orang tua di rumah?
Dulu, pendidikan di sekolah lebih fokus ke hal-hal yang sifatnya akademis: matematika, sains, bahasa, dan lain-lain. Kecerdasan diukur dari seberapa tinggi nilai pelajaran atau seberapa jago mereka memecahkan soal. Tapi sekarang, pandangan itu mulai bergeser. Banyak ahli pendidikan dan psikolog yang setuju kalau kecerdasan emosional itu sama pentingnya, bahkan kadang lebih penting, dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan emosional ini adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi dengan cara yang sehat. Ini juga termasuk kemampuan untuk memahami emosi orang lain.
Bayangkan saja, anak yang cerdas secara akademik tapi mudah marah, gampang putus asa, atau sulit bergaul. Kira-kira bakal sukses nggak mereka dalam hidupnya? Belum tentu, kan? Justru di situlah pendidikan emosi jadi sangat relevan. Di sekolah, anak-anak nggak cuma belajar soal pelajaran, tapi juga berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan berbagai situasi yang bisa memicu berbagai emosi. Dari situ, mereka bisa belajar tentang persahabatan, persaingan, kekalahan, atau bahkan rasa senang saat meraih prestasi.