Kedua, masalah kesehatan mental di usia muda itu dampaknya bisa jangka panjang. Kalau nggak ditangani dari awal, bisa terbawa sampai dewasa dan mempengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan. Sekolah punya peran penting untuk jadi "detektor dini". Guru atau staf sekolah seringkali jadi orang dewasa pertama di luar keluarga yang bisa mengenali tanda-tanda awal masalah mental pada siswa. Dengan dukungan sekolah yang cepat dan tepat, banyak masalah bisa dicegah atau ditangani sebelum makin parah.
Ketiga, sekolah adalah tempat di mana anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di luar rumah. Ini adalah lingkungan krusial untuk pengembangan diri, termasuk emosional dan sosial. Sekolah punya kesempatan unik untuk membangun resiliensi (daya tahan mental), mengajarkan keterampilan mengelola stres, dan menanamkan pentingnya mencari bantuan saat dibutuhkan. Ini bisa dilakukan lewat kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan kesehatan mental, atau lewat program-program wellness khusus.
Lalu, bagaimana bentuk kepedulian sekolah? Tidak harus dengan punya psikolog di setiap sekolah, meskipun itu ideal. Langkah sederhana pun bisa dimulai. Misalnya, melatih guru dan staf sekolah untuk punya pemahaman dasar tentang kesehatan mental remaja dan cara mengenali tanda-tanda masalah. Kemudian, menciptakan safe space atau ruang aman di sekolah di mana siswa bisa bercerita tanpa takut dihakimi. Sekolah juga bisa berkolaborasi dengan ahli kesehatan mental atau puskesmas terdekat untuk memberikan layanan konseling atau rujukan jika diperlukan.