Nuzmatun Malinah, ibunda dari dokter Aulia Risma, mengungkap adanya iuran yang dibayarkan anaknya selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Korban perundungan dugaan pemerasan tersebut menimbulkan kehebohan dalam dunia pendidikan kesehatan.
Keberanian Nuzmatun Malinah untuk mengungkap kasus ini menjadi pemicu agar masyarakat lebih waspada terhadap praktik memeras di dunia pendidikan. Kasus ini membuka mata kita bahwa tidak semua institusi pendidikan kesehatan bersih dari praktek pemerasan, dan ini perlu mendapat perhatian serius dari pihak terkait.
Bukti setoran aliran dana sebesar Rp 225 juta yang diserahkan oleh ibunda Dokter Aulia Risma telah menjadi titik awal bagi pihak berwajib dalam mengusut tuntas kasus ini. Pihak Universitas Diponegoro juga telah memberikan respons dengan membentuk tim khusus untuk penyelidikan internal terkait dugaan pemerasan ini.
Pemerasan dalam bentuk apapun tidak boleh dibiarkan. Ini bukan hanya soal dana, namun juga mengganggu proses pendidikan dan masa depan para calon dokter spesialis. Aliran dana yang seharusnya dijadikan sarana pengembangan pendidikan malah disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu, penegakan aturan-aturan pendidikan yang jelas sangatlah penting agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.