Alih-alih menyederhanakan kata, gunakan kata-kata yang tepat dan lengkap. Misalnya, ucapkan "Makan" atau "Mau makan?" alih-alih "Mamam?". Bicaralah dengan kalimat utuh dan jelas. Hal ini akan membantu anak memahami struktur kalimat dan memperkaya kosakata mereka. Tentu saja, intonasi yang hangat dan ekspresi wajah yang ceria tetap penting untuk menjaga komunikasi tetap menyenangkan.
Jangan Mengoreksi Setiap Kesalahan Anak
Saat anak sedang belajar, ia pasti akan melakukan kesalahan, baik dalam pelafalan maupun susunan kalimat. Mengoreksi setiap kesalahan yang ia buat secara langsung dan berulang-ulang bisa membuat anak merasa tidak termotivasi. Misalnya, saat anak mengucapkan "mau dedeh" untuk "mau main sepeda", jangan langsung bilang, "Salah! Bilangnya 'sepeda', bukan 'dedeh'."
Pendekatan yang lebih efektif adalah dengan mengulang kalimat anak dengan cara yang benar, tanpa mengoreksinya secara langsung. Misalnya, saat anak berkata, "Mau dedeh," kita bisa menjawab, "Oh, mau main sepeda ya? Ayo kita naik sepeda!" Dengan cara ini, anak tetap mendapatkan contoh yang benar tanpa merasa malu atau salah. Anak akan belajar secara tidak langsung dan lebih termotivasi untuk mencoba lagi.
Jangan Mengabaikan Upaya Komunikasi Nonverbal Anak
Sebelum anak bisa berbicara, ia sudah berusaha berkomunikasi dengan cara lain. Menunjuk, melambaikan tangan, mengangguk, atau menggelengkan kepala adalah bentuk komunikasi nonverbal. Mengabaikan atau tidak merespons isyarat ini bisa membuat anak merasa pesannya tidak penting. Padahal, isyarat-isyarat ini adalah langkah awal yang sangat penting dalam proses belajar berbicara.
Saat anak menunjuk botol minum, segera tanggapi dengan, "Oh, mau minum ya? Ini botolnya." Dengan merespons isyarat ini, kita menunjukkan bahwa kita memahami pesan mereka dan mendorong mereka untuk terus berusaha. Selain itu, ini juga membangun kepercayaan bahwa kita adalah partner komunikasi yang bisa diandalkan, yang nantinya akan memotivasi mereka untuk mencoba mengucapkan kata-kata.