Waktu adalah salah satu konsep paling mendasar dalam kehidupan manusia, tetapi bagaimana kita bisa sampai pada pembagian yang begitu rinci seperti jam, menit, dan detik? Istilah-istilah ini sudah begitu melekat dalam keseharian, sampai kita lupa bahwa mereka punya sejarah panjang dan menarik. Pembagian waktu yang kita kenal sekarang bukanlah penemuan tunggal, melainkan hasil evolusi panjang dari berbagai peradaban kuno yang mencoba memahami dan mengukur perjalanan matahari, bulan, dan bintang.
Jam: Pembagian Waktu yang Berakar pada Peradaban Kuno
Konsep jam sebagai satuan waktu pertama kali muncul jauh sebelum adanya jam mekanik. Peradaban Mesir Kuno, sekitar 3.500 SM, adalah salah satu yang pertama kali membagi siang dan malam menjadi masing-masing 12 bagian. Mereka menggunakan jam matahari (sundial) di siang hari dan jam air (water clock) atau bahkan pengamatan bintang di malam hari untuk menandai berlalunya waktu. Pembagian 12 bagian ini kemungkinan terinspirasi dari sistem numerasi mereka yang menggunakan basis 12 dan juga karena jumlah buku jari di satu tangan (jika dihitung dengan ibu jari) adalah 12.
Sementara itu, peradaban Babilonia dan Yunani Kuno juga punya pengaruh besar. Babilonia menggunakan sistem numerasi berbasis 60, yang kemudian diwarisi oleh bangsa Yunani. Para astronom Yunani seperti Hipparchus kemudian menerapkan sistem ini untuk membagi lingkaran langit menjadi 360 derajat, dan setiap derajat menjadi 60 menit busur, dan setiap menit menjadi 60 detik busur. Konsep ini kelak akan menjadi dasar pembagian lingkaran jam modern. Seiring waktu, ketika jam mekanik mulai diciptakan pada abad pertengahan, ide pembagian jam menjadi 60 menit dan menit menjadi 60 detik mulai diadopsi dari sistem astronomi tersebut, yang membuat pengukuran waktu menjadi lebih seragam dan presisi.