Lebih jauh, Kukuh menegaskan bahwa transisi menuju kendaraan listrik tidak bisa hanya terpaku pada BEV. Kendaraan hybrid dan mobil beremisi rendah, seperti LCGC, masih memegang peran penting sebagai tulang punggung industri otomotif nasional.
“Kami tidak meminta bantuan dalam bentuk utang atau subsidi, melainkan mengusulkan penundaan pembayaran pajak pada periode tertentu. Dengan demikian, saat ekonomi membaik, pendapatan negara juga akan pulih,” jelasnya.
Kukuh juga mengingatkan agar pemerintah tidak terpaku pada satu teknologi saja, mengingat inovasi otomotif terus berkembang pesat secara global. Contohnya adalah kendaraan plug-in hybrid (PHEV) dari China yang mulai masuk pasar Indonesia, yang dapat menempuh perjalanan Jakarta–Bali dengan hanya satu kali isi ulang baterai dan satu kali pengisian bahan bakar, mencapai jarak 1.300 kilometer. Bila teknologi ini dikombinasikan dengan bioetanol, potensi pengurangan emisi bisa sangat signifikan.