Namun, persaingan ini benar-benar memanas pada tahun 1989 di Grand Prix Jepang. Dalam balapan yang sangat kontroversial di Suzuka, Senna dan Prost bersaing ketat untuk meraih gelar juara dunia. Ketegangan memuncak ketika Senna dan Prost bersentuhan di lap terakhir. Senna, yang merasa diuntungkan dari insiden tersebut, dianggap sengaja menyebabkan tabrakan untuk meraih kemenangan. Sebaliknya, Prost terpaksa keluar dari balapan dan merasa dirugikan. Keputusan tersebut memicu kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan penggemar dan pengamat balap.
Tahun berikutnya, pada tahun 1990, ketegangan antara Senna dan Prost mencapai puncaknya. Grand Prix Jepang di Suzuka kembali menjadi panggung utama dari rivalitas ini. Senna, yang sangat bertekad untuk membalas dendam, melakukan manuver agresif di tikungan pertama dan mengakibatkan Prost terpaksa keluar dari balapan. Insiden ini menggarisbawahi betapa besar rivalitas antara kedua pembalap dan bagaimana tekanan untuk menjadi yang terbaik dapat mempengaruhi keputusan di lintasan.
Rivalitas antara Senna dan Prost bukan hanya sekedar tentang kemenangan di sirkuit, tetapi juga mencerminkan perbedaan gaya balap dan filosofi mereka. Senna dikenal dengan gaya balapnya yang berani dan tidak kenal takut, sementara Prost lebih memperhatikan strategi dan mengutamakan konsistensi. Perbedaan ini menambah ketegangan dan daya tarik dari persaingan mereka. Keduanya memiliki karakteristik yang saling melengkapi, menciptakan pertarungan yang menegangkan dan mendebarkan bagi para penggemar Formula 1 di seluruh dunia.