Rehabilitasi fisik adalah langkah selanjutnya. Setiap hari dia harus menjalani sesi fisioterapi yang melelahkan. Pada awalnya, hanya bisa melakukan gerakan sederhana seperti menggerakkan jari kaki terasa seperti pencapaian besar. Namun, dengan semangat pantang menyerah, dia mulai melihat kemajuan. Perlahan tapi pasti, dia bisa berjalan kembali, kemudian berlari, dan akhirnya, kembali bermain basket.
Selain rehabilitasi fisik, dia juga harus mengatasi aspek mental dari cedera ini. Cedera yang serius sering kali meninggalkan bekas trauma psikologis. Ketakutan akan cedera ulang dan kehilangan kepercayaan diri menjadi tantangan besar. Untuk mengatasi hal ini, dia bekerja sama dengan seorang psikolog olahraga. Sesi konseling membantu mengatasi ketakutan dan mengembalikan kepercayaan dirinya.
Setelah berbulan-bulan berjuang keras, akhirnya dia kembali ke lapangan basket. Pertandingan pertamanya setelah cedera adalah momen yang penuh emosi. Rasa gugup bercampur dengan kebahagiaan. Ketika akhirnya dia mencetak poin pertama setelah kembali, seluruh stadion bersorak. Itu adalah momen kemenangan, bukan hanya karena dia mencetak poin, tetapi karena dia berhasil mengatasi rintangan terbesar dalam hidupnya.
Kisah ini menjadi inspirasi tidak hanya bagi rekan setimnya, tetapi juga bagi banyak orang yang mendengar ceritanya. Dia membuktikan bahwa dengan determinasi, dukungan dari orang-orang terdekat, dan semangat pantang menyerah, tidak ada rintangan yang tidak bisa diatasi. Cedera yang pernah dianggap sebagai akhir dari karirnya, ternyata menjadi titik balik yang membuatnya menjadi pemain yang lebih kuat, baik secara fisik maupun mental.