Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) resmi menetapkan kebijakan baru yang cukup revolusioner: registrasi kartu SIM baru akan diwajibkan memakai biometrik wajah atau face recognition. Kebijakan ini mulai diberlakukan penuh mulai 1 Juli 2026, setelah melalui masa transisi sejak 1 Januari 2026.
Kebijakan ini diambil dengan tujuan untuk memperkuat validasi data pelanggan, meminimalisir penyalahgunaan identitas, serta menekan angka kejahatan digital yang selama ini kerap memanfaatkan nomor ponsel sebagai pintu masuk aksi mereka.
Tahapan Penerapan: Hybrid hingga Full Biometrik
Mulai 1 Januari 2026, calon pelanggan baru masih diberi waktu adaptasi melalui sistem hybrid, yakni:
Registrasi dengan metode lama (NIK + Nomor KK) seperti sekarang, atau
Registrasi dengan biometrik wajah secara sukarela.
Namun, mulai 1 Juli 2026, semua pelanggan baru wajib melakukan registrasi hanya dengan verifikasi wajah. Artinya, jika calon pelanggan menolak atau gagal proses biometrik, maka pendaftaran kartu SIM dipastikan tidak bisa dilanjutkan.
Pelanggan lama yang nomornya sudah terdaftar—baik sebelum maupun setelah kebijakan ini dibuat tidak perlu melakukan registrasi ulang.
Tujuan Kebijakan: Perangi Kejahatan Digital
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah, menegaskan bahwa kebijakan registrasi SIM menggunakan face recognition dibuat sebagai strategi konkret untuk memutus rantai kejahatan digital yang terus meningkat di Indonesia.
Edwin mengungkapkan bahwa saat ini hampir seluruh modus kejahatan siber menggunakan nomor seluler sebagai alat utama—mulai dari: