Tindakan polisi yang cepat dalam membubarkan keributan tersebut berhasil menghindari tawuran yang lebih luas. Meski demikian, aksi saling melukai antara kedua belah pihak sudah tidak bisa dihindari. Sebelumnya, peristiwa nahas itu terjadi di Jalan Mangga Besar XIII yang berujung pada kejatuhan korban karena tersandung bambu yang dibawanya. Hal ini dimanfaatkan oleh salah satu dari kelompok lawan untuk menyabetkan senjata tajam ke arah kepala korban, mengakibatkan luka robek yang sangat serius hingga korban mengalami pendarahan yang hebat.
Korban kemudian dilarikan ke RS Kecamatan Sawah Besar untuk mendapatkan perawatan medis. Namun, nyawa korban tak dapat tertolong dan akhirnya meninggal dunia. Selanjutnya, jenazah korban dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk dilakukan visum.
Untuk mengungkap kasus ini, polisi telah memeriksa tujuh orang saksi dan dari hasil pemeriksaan tersebut, dua tersangka ditetapkan. Keduanya dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian. Tindakan polisi ini merupakan langkah awal dalam menegakkan keadilan bagi korban serta menunjukkan bahwa tindakan kekerasan tidak akan ditoleransi dalam masyarakat.
Tawuran antar pelajar yang seringkali terjadi harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak terutama pihak sekolah dan orang tua. Pendidikan tentang pentingnya penyelesaian konflik secara damai perlu ditekankan kepada para pelajar. Selain itu, peran orang tua dalam pengawasan dan pendampingan anak-anaknya juga tidak boleh diabaikan. Diperlukan pendekatan yang komprehensif dari berbagai pihak untuk mencegah tawuran maut semacam ini agar tidak terulang di masa depan. Kehidupan sosial dan moralitas masyarakat harus dilestarikan dengan menjunjung tinggi norma-norma kehidupan berbangsa dan bernegara.