Yorrys Raweyai sendiri sebelumnya menyatakan bahwa kericuhan dalam Sidang Paripurna DPD terjadi akibat gaya kepemimpinan LaNyalla Mattalitti dan Nono Sampono. Namun, menurut Bustami, serangan pribadi tersebut telah mengabaikan kontribusi dan kinerja seluruh anggota DPD periode 2024-2029. Dia menegaskan bahwa pimpinan DPD bekerja secara kolektif, kolegial, dan kolaboratif dengan melibatkan semua anggota.
Bustami pun meminta Yorrys dan pihak yang bersangkutan untuk kembali ke koridor organisasi, mematuhi mekanisme dan aturan perundang-undangan, serta menjunjung tinggi etika sebagai pejabat publik.
Dapat dikatakan bahwa kericuhan dalam Sidang Paripurna DPD tidak hanya menimbulkan perhatian publik, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya pemahaman terhadap mekanisme organisasi dan etika kepemimpinan dalam konteks kelembagaan. Meskipun dinamika internal merupakan hal yang lazim dalam sebuah organisasi, namun tetap diperlukan sikap yang mengedepankan prinsip-prinsip kelembagaan, sehingga proses pengambilan keputusan dan interaksi antaranggota dapat berjalan secara konstruktif.
Terlepas dari perbedaan pandangan yang muncul, penting bagi semua pihak yang terlibat untuk tetap mengedepankan semangat menjaga keseimbangan antara kepentingan personal dan kepentingan bersama dalam menjalankan tugas sebagai perwakilan rakyat. Hal ini tentu akan memperkuat integritas dan kredibilitas lembaga legislatif, serta mendukung terwujudnya keputusan yang mampu mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara inklusif.