"Hoaks bukan sekadar gangguan informasi; mereka bisa merusak ideologi, memperkeruh iklim politik, dan menghancurkan kohesi sosial dalam masyarakat," jelas Meutya lebih lanjut.
Ancaman serius lainnya yang muncul di ruang siber adalah serangan siber dan pencurian data. Contoh yang diangkat olehnya adalah kasus peretasan yang menimpa Bank Syariah Indonesia (BSI), yang menyebabkan gangguan layanan terhadap sekitar 15 juta nasabah. Dalam insiden tersebut, kelompok peretas bernama LockBit 3.0 meminta tebusan yang fantastis, yaitu sebesar 20 juta dolar AS.
Meutya juga menegaskan bahwa infrastruktur penting negara, termasuk sektor militer dan lembaga pemerintahan, sangat rentan terhadap serangan di dunia maya. Oleh karena itu, penguatan sistem keamanan digital kini menjadi sebuah kewajiban yang tidak bisa ditunda.
Kementerian Komunikasi dan Digital sudah mengambil langkah-langkah strategis dengan mempersiapkan regulasi yang bertujuan menjaga keselamatan ruang digital dan menindak tegas para pelaku serangan siber. Salah satunya adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola Sistem Elektronik untuk Perlindungan Anak atau dikenal sebagai PP TUNAS, yang diperuntukkan sebagai perlindungan bagi anak-anak saat mengakses layanan digital.