Namun, tuntutan jam kerja yang panjang dan sumber daya yang menyusut melatarbelakangi karyawan seperti Li untuk memikirkan kembali kelayakannya mengorbankan waktu dan kesehatan untuk gaji yang lebih tinggi. Li bukan satu-satunya karyawan yang menolak jam kerja panjang atau dikenal dengan "budaya 996", yaitu bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam selama 6 hari dalam satu minggu. Praktik kerja seperti ini kerap dijumpai di perusahaan teknologi di China, start-up, dan bisnis swasta.
Akibatnya, banyak pekerja yang memilih untuk mengundurkan diri demi menemukan keseimbangan hidup dan kerja yang lebih baik. Lebih memilih menjadi buruh. Setelah keluar dari pekerjaannya, Li kini menjadi tukang bersih-bersih rumah. "Saya suka bersih-bersih. Seiring dengan meningkatnya standar hidup di seluruh negeri, permintaan akan layanan kebersihan juga meningkat dengan pasar yang terus berkembang," kata pria yang tinggal di kota metropolitan Wuhan ini.
Lebih dari itu, Li merasa bahagia setiap kali melakukan pekerjaan kebersihan. Dia bahkan merasakan dirinya mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, mulai dari tidak lagi merasa pusing hingga tekanan mental yang berkurang. "Perubahannya adalah kepala saya tidak lagi terasa pusing. Tekanan mental saya berkurang. Saya merasa penuh energi setiap hari," kata Li.
Selain Li, pekerja di salah satu platform e-commerce live streaming terkemuka di China, Alice Wong (nama samaran) juga melakukan hal yang sama. Perempuan berusia 30 tahun itu rela melepas pekerjaan yang memberi penghasilan 700.000 yuan atau sekitar Rp 1,5 miliar per tahun dan memilih bekerja sebagai perawat hewan peliharaan di Chengdu, China.