Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyatakan bahwa kenaikan cukai akan memukul produsen kecil dan menengah. Mereka khawatir penurunan penjualan bisa mengancam keberlangsungan usaha dan memicu gelombang PHK.
“Industri padat karya seperti rokok kretek manual rentan goyah dengan tekanan bertubi-tubi ini,” kata Arief Gumelar, pengamat industri tembakau dari Lembaga Ekonomi Nusantara.
Meskipun industri besar masih bisa bertahan berkat efisiensi dan diversifikasi produk, pabrik-pabrik kecil di daerah terancam gulung tikar.
Penerimaan Negara Naik, Tapi Risiko Sosial Mengintai
Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan dari cukai rokok tahun ini bisa mencapai Rp245 triliun, naik sekitar 7% dari tahun sebelumnya. Namun sebagian pihak mengingatkan bahwa peningkatan pendapatan fiskal harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial.
“Kalau penerimaan naik tapi dampaknya PHK dan daya beli turun, artinya kebijakan ini belum berpihak ke keadilan ekonomi,” tegas Eni Rohani, ekonom dari INDEF.
Masalah Kesehatan atau Masalah Ekonomi?
Alasan utama kenaikan cukai rokok adalah demi menurunkan prevalensi merokok dan beban BPJS akibat penyakit terkait tembakau. Tapi di sisi lain, sektor ini menyerap lebih dari 5 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung.