"Dalam laporan saya, terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang berupa permintaan hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK, padahal Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum (bukan penyidik) sehingga tidak berwenang untuk meminta analisis transaksi keuangan," ujar Ghufron melalui keterangan tertulis pada Rabu (24/4).
Selain itu, Ghufron juga membawa permasalahan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan menggugat Peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA).
Pada pertemuan tersebut, Nurul Ghufron beserta Alexander Marwata diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait tudingan yang mereka hadapi. Masalah kode etik dan pedoman perilaku menjadi hal yang sangat penting bagi seorang pegawai lembaga anti-korupsi untuk dijaga. Sidang tersebut akan menjadi momen penting untuk membuka transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas sebagai pejabat publik.
Diharapkan kedatangan mereka dalam sidang kode etik tersebut dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terkait perkara yang sedang diselidiki dan memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Lembaga KPK tentu memiliki kepentingan besar untuk memastikan bahwa anggota-anggotanya menjunjung tinggi nilai integritas dan perilaku yang baik dalam mengemban tugasnya. Kedatangan Ghufron dan Marwata dalam sidang kode etik juga menjadi langkah awal dalam menunjukkan keterbukaan dan kesiapan mereka untuk menjalani proses hukum secara transparan dan independen.