London, Inggris – Data yang dianalisis oleh BBC menunjukkan bahwa negara-negara Barat, ironisnya, menjadi salah satu sumber utama pendanaan perang Rusia di Ukraina melalui pembelian minyak dan gas. Sejak Februari 2022, pendapatan Rusia dari ekspor bahan bakar fosil jauh melampaui total bantuan yang diterima Ukraina dari negara-negara sekutunya.
Menurut laporan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), hingga 29 Mei 2025, Rusia telah meraup lebih dari 883 miliar euro (sekitar Rp 16.318 triliun) dari ekspor minyak dan gas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 228 miliar euro (sekitar Rp 4.213 triliun) berasal dari negara-negara yang justru menjatuhkan sanksi terhadap Moskwa, termasuk negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris.
“Minyak dan gas menyumbang hampir sepertiga dari pendapatan negara Rusia dan lebih dari 60 persen dari total ekspornya,” tulis CREA dalam laporannya.
Sanksi yang Kurang Efektif dan Celah "Pencucian" Minyak
Pasca-invasi Rusia ke Ukraina, sanksi dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Inggris yang melarang impor energi dari Rusia, serta Uni Eropa yang melarang impor minyak mentah Rusia lewat laut. Namun, gas pipa masih terus mengalir. Negara-negara seperti Hongaria dan Slovakia masih menerima pasokan langsung dari Rusia, baik lewat jalur pipa melalui Ukraina (sebelum dihentikan pada Januari 2025) maupun lewat Turkiye. Bahkan, volume gas Rusia yang dikirim ke Eropa melalui Turkiye meningkat 26,77 persen dalam dua bulan pertama pada 2025 dibandingkan tahun sebelumnya.