Keberhasilan proyek Freeport, meskipun dengan berbagai kritik di kemudian hari, memang menunjukkan bahwa investasi asing skala besar dapat beroperasi di Indonesia. Ini membantu mengubah persepsi investor global terhadap Indonesia, membuka pintu bagi masuknya investasi di sektor lain seperti minyak dan gas, kehutanan, serta industri manufaktur.
Kontrak yang Dinamis dan Perubahan Regulasi
Penting juga untuk diingat bahwa kontrak pertambangan seperti Kontrak Karya adalah dokumen yang dinamis dan dapat direnegosiasi seiring waktu. Meskipun Kontrak Karya pertama tahun 1967 mungkin terlihat kurang menguntungkan dari perspektif sekarang, pemerintah Indonesia kemudian melakukan beberapa kali renegosiasi untuk mendapatkan porsi yang lebih besar, baik dalam bentuk royalti, pajak, maupun kepemilikan saham. Perubahan undang-undang pertambangan di Indonesia juga terus mengupayakan peningkatan nilai tambah dan keuntungan bagi negara.
Keputusan menandatangani kontrak dengan Freeport di awal era Orde Baru adalah hasil dari kalkulasi pragmatis dalam menghadapi kondisi ekonomi yang sangat sulit dan kebutuhan mendesak akan investasi asing. Meskipun kontrak tersebut memiliki kekurangan dan menjadi subjek kritik, keputusan itu dilihat sebagai langkah vital untuk menstabilkan dan menggerakkan kembali roda perekonomian Indonesia pada masanya.