Fadli Zon menjelaskan bahwa proses akulturasi tersebut menjadi kekuatan unik ekspresi budaya Islam di Indonesia. Ia mengajak agar seni dimanfaatkan sebagai bahasa universal yang mampu merangkul perbedaan, mempersatukan umat, dan menjadi media dakwah yang dapat menyentuh hati tanpa batasan ruang maupun generasi. Dalam hal ini, ia menegaskan komitmen pemerintah untuk mendukung pelestarian dan pengembangan seni budaya Islam melalui pembinaan, pelatihan, dan promosi karya para seniman.
Kerja sama antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan para pelaku seni dinilai menjadi kunci utama agar seni budaya Islam tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman. Sinergi tersebut diharapkan tidak hanya menjaga eksistensi warisan budaya Islami, tetapi juga memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas, baik di tingkat lokal maupun internasional.
Sebagai Ketua Umum HSBI, Fadli Zon turut menyoroti sejarah panjang organisasi ini sejak berdiri pada 24 September 1956 oleh H. Abdullah Aidid. Ia mengingatkan bahwa HSBI pernah menggelar berbagai kegiatan monumental, seperti pementasan drama kolosal “Titik Terang” pada 1961 yang digelar dalam rangka Maulid Nabi. Pertunjukan ini menampilkan latar 15 ekor kuda dan berhasil menarik perhatian sekitar 30.000 penonton. Dua tahun kemudian, HSBI menggelar “Pesta Penjair Islam” yang diikuti pemuda dari berbagai organisasi Islam ternama seperti PMII, HMI, GPII, PNU, PII, Pemuda Anshor, hingga Pemuda Muhammadiyah, menjadi simbol kolaborasi lintas komunitas keagamaan yang harmonis.